Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Showing posts with label Kopas. Show all posts
Showing posts with label Kopas. Show all posts

Perempuan Dan Partai Politik

Menjelang Pemilu 2014, isu keterwakilan perempuan di partai politik kembali menjadi topik perbincangan. Masalah perempuan dan politik ini tentu tidak lepas dari perkembangan sistem politik dan partai yang ada di Indonesia. Ani Sucipto, pakar politik dari Universitas Indonesia, menyayangkan metode pemilu masih dengan suara terbanyak, padahal banyak perempuan caleg rata-rata tidak memiliki basis sosial, karena kurangnya kesempatan mereka di ruang-ruang publik. Bahkan Pilkada Jabar beberapa waktu lalu, isu penolakan perempuan sebagai pemimpin kembali terangkat di masyarakat, ini karena basis sosial yang tidak dikuasai caleg perempuan, selain itu karena masyarakat masih belum sepenuhnya menerima perempuan sebagai pemimpin, kecuali sudah dikenal sebelumnya. Masalah ini juga dapat kita temukan di daerah lain seperti Aceh dan Papua.

Apa yang perlu disiapkan caleg-caleg perempuan? Airin Rachmi Diany, Wali Kota Tangerang Selatan, menyatakan  “Gali ilmu, gali potensi kita dan belajar hal-hal yang positif dari para pendahulu seperti mantan Presiden Indonesia Megawati Sokarnoputri , atau mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher. Namun, soal kesiapan perempuan calon legislatif tidak bisa lepas dari partai masing-masing, yaitu banyak partai yang tidak mampu mengisi kuota perempuan. Bukan berarti tidak ada calon, melainkan tidak adanya kaderisasi pengurus perempuan, dan budaya politik patriarki di Indonesia bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilawan. Regulasi sudah bagus, tetapi tanpa dukungan budaya dan persepsi masyarakat, regulasi ini tidak terlalu banyak mendorong jumlah keterwakilan perempuan. Siasat partai bahkan untuk mengisi kuota ini sangat mengecewakan, yaitu dengan mengambil caleg perempuan yang sudah populer seperti artis atau perempuan pengusaha. Suatu tindakan pragmatis yang justru mengabaikan keseriusan proses politik. Atau perempuan yang tidak populer hanya dijadikan sebagai pemanis, tidak sungguh-sunggu menempatkan mereka di wilayah strategis. Ini terlihat dari penempatan perempuan di nomor urut sepatu (paling belakang) atau di daerah pemilihan yang “gersang” yang wilayah tersebut justru menolak kehadiran caleg perempuan. Selain itu, KPU malah membolehkan tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk memberikan alasan bila tidak terpenuhi ketentuan 30% persen perempuan. Bahkan, partai politik melepas tangan caleg-caleg perempuan, dengan segala keterbatasannya harus bertarung dan berebut suara dengan caleg laki-laki dalam sistem pemilu proporsional terbuka. Dari proses tersebut, kita dapat melihat hasilnya, sedikit yang duduk di parlemen, dan kalaupun ada, mereka jarang berpartisipasi aktif dalam tugas legislasi, anggaran, dan pengawasan. 

Ketua Bidang Otonomi Daerah Partai NasDem Siti Nurbaya, dalam sebuah wawancara menjawab tentang apa persoalan dan apa yang perlu disiapkan untuk menguatkan kapasitas perempuan di partai. Ia melakukan perbandingan dengan Argentina, Partai Peronis menyiapkan kuota perempuan butuh belasan tahun, dan dalam prosesnya mereka menyiapkan peningkatan kualitas perempuan. Di sini menurutnya terlalu instan sehingga perempuan hanya dijadikan komoditas untuk memenuhi syarat kualifikasi partai. Padahal ada kenyataan bahwa partai politik kurang membuka diri dan memberikan kesempatan. Di negara Swedia, Norwegia, Belanda dan Selandia Baru, parpol mempersiapkan kader perempuan dengan baik sehingga kuota perempuan mereka berhasil sekali. Menjawab masalah minimnya perempuan memenuhi kuota dalam partai, Siti Nurbaya mengatakan bahwa harus diiringi dengan pendidikan, pelatihan dan kesadaran politik untuk meningkatkan kualitas dan kepercayaan diri perempuan. Tentu percuma bila ini dilakukan tanpa ada kemauan parpol untuk memberikan peluang besar kepada perempuan untuk bersaing. Siti juga menjelaskan bahwa saat ini memang banyak perempuan di parlemen yang terseret kasus korupsi. Padahal kehadiran mereka dibutuhkan untuk mengatasi persoalan-persoalan dasar kehidupan masyarakat yang ditopang perempuan. Bahwa terdapat data dari Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa kesempatan kerja perempuan masih 58% dibandingkan laki-laki 84%. SSekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Abdul Halim, menyambung masalah ini bahwa terjadi pengabaian terhadap perempuan pekerja. Misalnya pekerjaan nelayan masih diorientasikan sebagai laki-laki, padahal banyak nelayan perempuan dan malah cenderung meningkat. 

Fakta lainnya seperti yang disebut Food and Agriculture Oranization (FAO) pada tahun 2008, justru perempuan yang menghidupkan sektor perikanan di Indonesia yang mencapai 2,3 juta orang. Perempuan Indonesia banyak yang bertanggung jawab dalam produksi pangan, baik petani maupun nelayan, tetapi akses mereka masih terbatas terhadap sumber produksi seperti air, lahan, sarana produksi pertanian atau perikanan, dan sulit mengakses pasar, dan sering terlupakan dalam program bantuan dan kredit perbankan. Bukan hanya itu, Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan bahwa perempuan  banyak bekerja di sektor informal yang umumnya tidak tercatat. Padahal peran mereka mencapai 70% untuk usaha mikro dan kecil. Bahkan dari sisi tenaga kerja Indonesia, 70% lebih perempuan telah mengirimkan devisa bagi Indonesia atau uang bagi kehidupan keluarganya mencapai US$5,7 miliar. Angka ini tentu menjadi menguatkan mengapa keterwakilan perempuan di politik sangat penting untuk memperhatikan masyarakat perempuan di Indonesia yang banyak memberikan kontribusi untuk negara.  

10 Tips Bagi Caleg Turun Sosialisasi

Pemilihan Umum (Pemilu) Anggota Legislatif (Angleg) rencananya akan digelar tanggal 9 April 2014 mendatang. Masing-masing Calon Legislatif (Caleg) baik untuk tingkat pusat (DPR RI), tingkat provinsi (DPRD I), dan tingkat Kab/Kota (DPRD II) yang memutuskan ikut serta sebagai kontestan Pemilu tentunya mulai dari sekarang sudah mempersiapkan diri.

Jika para caleg diberikan pertanyaan, “apakah mereka ini mau menang atau tidak dalam pemilu 2014 mendatang?“, pasti jawabannya “semua caleg mau menang”. Kemenangan yang dimaksud tentu ketika para caleg ini mampu bersaing dan merebut satu jatah kursi legislatif pada pemilu nanti. Lalu pertanyaan berikutnya, “bagaimana caranya aga bisa menjadi pemenang?”.

Berbagai macam cara dapat dilakukan oleh para caleg demi meraih kemenangan. Buat para caleg, tips berikut ini mungkin bisa dijadikan pegangan, khususnya agar dapat meraih sebanyak mungkin dukungan dari para pemilih:

1. Turun Tangan

Untuk menguji komitmen, integritas, sekaligus media perkenalan diri. Seorang caleg mestinya banyak turun tangan alias terlibat langsung di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat sebagai pemilih (punya hak pilih) pastinya ingin melihat, mengenal dan mengetahui secara langsung figur (sosok) caleg yang akan dipercayakan nantinya menjadi wakil mereka di parlemen. Bukankah ada istilah “tak kenal maka tak sayang”. Dengan turun tangan langsung kepada masyarakat, maka para caleg ini tentu akan dikenal baik oleh para pemilihnya. Rakyat (pemilih) saat ini sudah semakin cerdas dan tidak bisa lagi dibodoh-bodohi. Mereka tak lagi gampang terjebak pada praktik beli kucing dalam karung.

2. Ringan Tangan

Ringan Tangan alias mudah bersambung tangan dapat diartikan sebagai sifat dan sikap suka menolong (suka memberikan bantuan). Bukan “ringan tangan” dalam pengertian suka memukul atau menempeleng. Sifat dan sikap (baca: berjiwa sosial) dari seorang caleg kepada sesama tentunya akan mendapatkan banyak simpatik dari masyarakat. Masyarakat tentunya akan lebih memilih caleg yang selama ini mereka kenal sebagai sosok yang suka menolong sesama ketimbang memilih caleg yang sama sekali tidak pernah terdengar sedikit pun memberikan bantuan (pertolongan) kepada sesama warga.

3. Buah Tangan

Caleg yang hendak bertemu masyarakat selaku pemilih pada Pemilu nantinya harus pintar-pintar memikat hati para calon pemilih. Selama turun tangan sebagaimana disebutkan pada poin 1 di atas, para caleg tidak boleh datang hanya dengan tangan kosong. Sebelumnya harus mempersiapkan pula “Buah Tangan”. “Buah Tangan” alias “ole-ole” hendaknya disiapkan untuk diberikan kepada calon pemilih ketika hendak bertemu dengan mereka. “Buah Tangan” yang dimaksud biasanya berupa cendera mata (baju kaos, sarung, kerudung, topi, handuk, sapu tangan, gantungan kunci, dll).

4. Tangan di atas

Ada peribahasa yang mengatakan “Tangan yang di atas (pemberi) lebih baik dari pada tangan yang di bawah (penerima)”‘. Nah, dalam hal ini, seorang caleg mestinya memposisikan dirinya sebagai “tangan diatas” atau pemberi. Selaku pemberi, seorang caleg tidak boleh berharap lebih dari pemberiaanya. Dalam artian, pemberian (bantuan) yang diberikannya harus dengan penuh keikhlasan. Pemberian itu tidak boleh menimbulkan kesan “ada maunya”, butuh balasan, atau pemberian secara tidak ikhlas.

5. Tanda Tangan

Sebenarnya tips yang satu ini tidak begitu penting. Akan tetapi, tidak bisa di pungkiri bahwa sosok seorang caleg apalagi di saat-saat kampanye layaknya seperti artis ditengah-tengah pendukungnya. Kemungkinan pada saat seperti itu akan banyak simpatisan (pendukung) yang meminta tanda tangan, hehe…Jika ini yang terjadi, para caleg hendaknya jangan sungkan-sungkan memberikan tanda tangannya kepada simpatisan. Ini pengalaman, banyak caleg apalagi pada masa kampanye, kelihatannya enggan, sungkan, dan sulit  memberikan tanda tangannya kepada simpatisan ketika dimintai tanda tangan.

6. Jabat Tangan

Jabat tangan selalu harus diperhatikan oleh para caleg. Jabat tangan kepada simpatisan (pendukung) apa lagi di saat kampanye amat penting artinya. Jabatan tangan dari seorang caleg menjadi simbol kedekatan dia dengan para simpatisan (pendukung). Secara tidak langsung, dari aspek psikologi, jabat tangan seorang caleg akan timbul hubungan emosional dengan orang (simpatisan) yang ditemani berjabat tangan. Hal ini tentu dapat menjadi media menarik simpatik dari para simpatisan (pendukung).

7. Kaki Tangan

Sudah menjadi keharusan bagi seorang caleg untuk melakukan sosialisasi kepada para calon pemilih. Sosialisasi oleh para caleg ini diperlukan dalam upaya memperkenalkan diri kepada calon pemilih. Agar sosialisasi dengan calon pemilih berjalan dengan rapi dan tertib, sudah barang tentu diperlukan keberadaan Kaki Tangan (semacam Tim Sukses). Mereka (kaki tangan) inilah yang nantinya akan bertugas memperkenalkan atau mensosialisasikan para caleg. Kaki tangan dibutuhkan untuk menyebarluaskan kartu nama, kalender, memasang spanduk, baliho dll. Tanpa bantuan kaki tangan, para caleg akan kesulitan dalam melakukan sosialisasi dan penyampaian visi dan misi kepada masyarakat selaku calon pemilih.

8. Bergandengan Tangan

Bergandengan tangan alias bahu-membahu atau saling membantu penting kiranya dilakukan oleh para caleg dengan caleg lainnya. Apalagi bagi para caleg dari satu partai yang sama. Saling memberikan dukungan, membantu, dan bahu-membahu di kalangan sesama caleg paling tidak akan sedikit memberikan sedikit keringanan selama melakukan sosialisasi. Bantuan baik dari segi moriil maupun dari segi materiil apalagi sesama caleg dari partai yang sama juga dapat menambah motivasi bagi caleg lain.Bukan hanya itu, hal ini juga dapat menimbulkan kesan kekompakan di mata pemilih. Dengan begitu, pemilih semakin tertarik untuk memilih caleg yang terlihat kompak.

9. Angkat tangan

“Angkat tangan” disini bukan berarti menyerah, tidak ada perlawanan, takluk, dan putus asa. “Angkat tangan” dimaksud adalah selalu banyak berdo’a. Para caleg yang ingin memenangkan pertarungan dalam pemilu mendatang harus banyak “angkat tangan” untuk berdo’a. Bagaimana pun keras dan banyak nya usaha para caleg. Paling tidak dengan do’a akan menjadi media penting guna memperoleh rahmat, hidayah, rezki, pun kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagaimana pun keyakinan mengajarkan bahwa tanpa rahmat, hidayah, dan kehendak dari Tuhan Yang Maha Kuasa mustahil seseorang akan mampu mencapai cita-cita yang diinginkannya.

10. Garis Tangan

Hal ini penting sebagai bentuk kesadaran sekaligus wujud keyakinan.”Garis tangan” alias takdir adalah benteng terakhir dalam harapan seorang caleg. Dalam diri seorang caleg harus tertanam keyakinan dan kepercayaan bahwa takdir (garis tangan) adalah segalanya. Yakin, bahwa segala hal yang akan diperoleh kemudian hari sebenarnya telah di tetapkan sebagai “garis tangan” dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika memang Terpilih sebagai anggota dewan nantinya, itu merupakan bagian dari garis tangannya. Begitu juga sebaliknya, jika tidak terpilih sebagai anggota legislatif, itu artinya garis tangannya untuk menjadi anggota legislatif memang tidak ada. Dengan keyakinan ini, tidak akan ada lagi penyesalan nantinya di kemudian hari.

 
Blogger Templates